نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ غَيْرَهُ ؛ فَإِنَّهُ رُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍ ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَـى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ ، ثَلَاثُ خِصَالٍ لَا يُغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ أَبَدًا : إِخْلَاصُ الْعَمَلِ لِلهِ، وَمُنَاصَحَةُ وُلَاةِ الْأَمْرِ ، وَلُزُوْمُ الْـجَمَاعَةِ ؛ فَإِنَّ دَعْوَتَهُمْ تُـحِيْطُ مِنْ وَرَائِهِمْ. وَقَالَ : مَنْ كَانَ هَمُّهُ الْآخِرَةَ ؛ جَـمَعَ اللهُ شَمْلَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِـيْ قَلْبِه ِ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ، وَمَنْ كَانَتْ نِيَّـتُهُ الدُّنْيَا ؛ فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ ضَيْعَتَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ.

 

Semoga Allâh memberikan cahaya pada wajah orang yang mendengarkan sebuah hadits kami, lalu ia menghafalnya dan menyampaikannya ke orang lain. Banyak orang yang membawa fiqih namun ia tidak memahami. Dan banyak orang yang menerangkan fiqih kepada orang yang lebih faham darinya. Ada tiga hal yang dengannya hati seorang muslim akan bersih (dari khianat, dengki, dan keburukan) yaitu beramal dengan ikhlas karena Allâh Azza wa Jalla , menasihati ulil amri (penguasa) dan berpegang teguh pada jamâ’ah kaum Muslimin, karena do’a mereka meliputi dari belakang mereka.” Beliau bersabda, “Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri akhirat, maka Allâh akan mengumpulkan kekuatannya, menjadikan hatinya kaya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Allâh akan mencerai-beraikan urusan dunianya, menjadikan kefakiran di pelupuk matanya, dan dunia yang berhasil diraih hanyalah apa yang telah ditetapkan baginya.

 

TAKHRIJ HADITS

Hadits ini shahîh, diriwayatkan oleh banyak Shahabat  Radhiyallahu anhum. Hadits yang disebutkan di sini diriwayatkan oleh para Imam ahli hadits, di antaranya :

 

Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/183)

Imam ad-Dârimi (I/75)

Imam Ibnu Hibbân (no. 72 dan 73–Mawâriduzh Zham’ân).

Imam Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jâmi’ Bayânil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/175-176, no. 184).

Lafazh ini milik Imam Ahmad, dari ‘Abdurrahman bin Aban bin ‘Utsman dari bapaknya dari Zaid bin Tsâbit Radhiyallahu anhum.

 

Hadits ini dishahihkan oleh al-Hâfizh Ibnu Hajar al-‘Asqalâni. Imam al-Munawi rahimahullah mengatakan, “al-Hâfizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Takhrîjul Mukhtashar (Mukhtashar Ibni Hajib) bahwa hadits Zaid bin Tsabit ini shahih.”[1] Dishahihkan juga oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani t dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 404).

 

Derajat hadits ini mutawâtir. Diriwayatkan lebih dari 20 shahabat, : ‘Abdullâh bin Mas’ûd, Zaid bin Tsâbit, Jubair bin Muth’im, Anas bin Mâlik, an-Nu’mân bin Basyîr, Abu Sa’id al-Khudri, ‘Abdullah bin ‘Umar, Basyîr bin Sa’d, Mu’âdz bin Jabal, Abu Hurairah, Abud Darda’, ‘Abdullah bin ‘Abbâs, Abu Qarshafah, Rabi’ah bin ‘Utsman, Jabir bin ‘Abdillah, Zaid bin Khalid al-Juhani, ‘Aisyah, Sa’d bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhum.

 

Hadits ini mutawâtir. Disebutkan oleh as-Suyuthi dalam kitabnya, Qathful Azhâr al-Mutanâtsirah fil Akhbâril Mutawâtirah..

 

Hadits ini mutawâtir, disampaikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Masjid al-Khâ’if wilayah Mina dihadapan puluhan ribu Shahabat.


Link PPT

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama