www.achsanmedia.cf |
Ideologi Pendidikan Qur’ani
menjadi penting dikaji berdasarkan empat alasan, yaitu: pertama, istilah
“ideologi” digunakan dengan merujuk pengertiannya yang luas yaitu konsep
bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk
kelangsungan hidup. Implikasi penggunaan ideologi dalam pendidikan adalah
keharusan adanya konsep cita-cita dan nilai-nilai yang secara eksplisit
dirumuskan, dipercayai dan diperjuangkan; kedua, filsafat dan teori pendidikan
lebih kental dengan muatan akademisnya sedangkan ideologi agak kurang tuntutan
akademisnya, akan tetapi lebih diarah kepada aksi; ketiga, di dalam benturan
peradaban sebagai dampak globalisasi, terjadi pergumulan ideologi dunia.
Sementara ideologi Qur’ani sarat
dengan nilainilai universal dan transedental seharusnya dapat ditawarkan
sebagai paradigma ideologi alternatif. Terlebih lagi, pendidikan sebagai wahana
sangat strategis dalam membangun peradaban alternatif perlu diformulasikan
dengan pendekatan ideologis sehingga memiliki daya pengikat dan penggerak untuk
aksi. Keempat, di tengah-tengah munculnya semangat al-Qur’an saat ini yang
berorientasi pada nila-nilai dasar al-Qur’an yang sejatinya sangat humanis,
sehingga semangat progresivisme dan liberalisme tidak kehilangan landasannya.
Humanisme Teosentris Sebagai
Paradigma Ideologi Pendidikan Qur’ani
Sejak awal abad 20 sampai
sekarang humanisme merupakan konsep kemanusiaan yang sangat berharga karena
konsep ini sepenuhnya memihak pada manusia, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia dsan menfasitasi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia untuk
memelihara dan menyempurnakan keberadaannya sebagai makhluk mulia. Demikian
berharganya konsep ini humanisme ini, maka terdapat sekurang-kurangnya empat
aliran penting yang mengklaim sebagai pemilik asli konsep humanisme, yaitu 1)
Liberalisme Barat, 2) Marxisme, 3) Eksistensialisme, dan 4) Agama. Keempatnya
memiliki titik-titik kesepakatan mengenai prinsip-prinsip dasar kemanusiaan
sebagai nilai universal.
Dalam hal ini Ali Syari’ati
mendeskripsi ke dalam tujuh prinsip, yaitu: 1. Manusia adalah makhluk asli,
artinya ia mempunyai substansi yang mandiri di antara makhluk-makhluk lain, dan
memiliki esensi kemuliaan. 2. Manusia adalah mekhluk yang memiliki kehendak
bebas yang merupakan kekuatan paling besar dan luar biasa . Kemerdekaan dan
kebebasan memilih adalah dua sifat ilahiah yang merupakan ciri menonojol dalam
diri manusia. 3. Manusia adalah makhluk yang sadar (berpikir) sebagai
karakteristik manusia yang paling menonjol. Sadar berarti manusia dapat
memahami realitas alam luar dengan kekuatan berpikir. 4. Manusia adalah makhluk
yang sadar akan dirinya sendiri, artinya dia adalah makhluk hidup satu-satunya
yang memuliki pengetahuan budaya dan kemampuan membangun perasadaban. 5.
Manusia adalah makhluk kreatif, yang menyebabkan manusia mampu menjadikan
dirinya makhluk sempurna di depan alam dan dihadapan tuhan. 6. Manusia makhluk
yang punya cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal, artinya dia tidak
menyerah dan menerima “apa yang ada”, tetapi selalu berusaha megubahnya menjadi
“apa yang semestinya”. 7. Manusia adalah makhluk moral, yang hal ini berkaitan
dengan masalah nilai (value).
Humanisme yang diangkat menjadi paradigma
ideologi Islam pada dasarnya juga bertolak dari ketujuh prinsip dasar
kemanusiaan tersebut yang implisit dalam konsep fithrah manusia. Namun
demikian, humanisme dalam pandangan Islam tidak dapat dipisahkan dsari prinsip
teosentrisme. Dalam hal ini, keimanan ”tauhid” sebagai inti ajaran Islam,
menjadi pusat seluruh orientasi nilai. Namun perlu diperjelas, bahwa semua itu
kembali untuk manusia yang dieksplisitkan dalam tujuan risalah Islam,Rahmatan lil’alamin
(rahmat bagi seluruh alam).
Posting Komentar