(155) Allah menegaskan bahwa Dia pasti akan menguji umat manusia, terutama orang-orang yang beriman dengan berbagai macam ujian, seperti rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, kematian dan kekurangan buah-buahan. Orang-orang yang beriman akan diuji oleh Allah dengan berbagai macam ujian ditegaskan dengan tiga penegasan (ta’kid). Kata kerja walanabluwannakum   (yang diawali dengan lam ta’kid dan ditutup dengan nun ta’kid tsaqilah mengandung dua penegasan sekaligus. Kata ini berasal dari kata al-Ibtilā, yang artinya ujian untuk mengetahui keadaan orang yang diuji.

Kelanjutan ayat (155) Allah menyatakan wabasysyiril mu’minīn ( yang artinya “dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. Tidak dijelaskan dalam ayat apa berita gembira yang dijanjikan oleh Allah kepada orang-orang yang sabar. Karena tidak dijelaskan janji itu bersifat umum, bisa mencakup apa saja yang sesuai untuk diberikan kepada orang-orang yang sabar. Apa yang akan diberikan Allah tentu disesuaikan pula dengan musibah yang menimpanya. Allah yang Maha Bijaksana tentu lebih tahu apa yang cocok diberikan kepada orang-orang yang sabar.

Sabar dimaknai sebagai daya lenting dan ketabahan (resilience). Orang yang tidak memiliki daya lenting terhadap tekanan akan sulit untuk bertahan ketika menghadapi situasi yang tidak sesuai dengan harapannya. Sedangkan orang yang sabar adalah orang-orang yang tetap proaktif bergerak mencari jalan keluar bagi kesulitan yang dihadapinya. Inilah ciri mental pemenang, di mana ia akan senantiasa optimis, proaktif dan tidak berlama-lama merenungi nasib. Ia akan mudah bangkit dari keterpurukan. Mentalitas kesabaran itu selayaknya terpancar dari kaum beriman, yaitu mental yang siap menghadapi situasi sepahit apapun, apalagi jika memang ia telah berazam sebelumnya. Pantang mundur jika layar telah dikembangkan, nampaknya harus menjadi ciri mental ini.

Ayat (156) sikap orang-orang yang sabar menghadapi musibah yang menimpanya. Mereka menyadari sepenuhnya akan kekuasaan dan kepemilikan Allah secara mutlak terhadap seluruh hamba-Nya. Apa pun yang diberikan oleh Allah kepada mereka hakikatnya hanyalah titipan buat sementara yang pada waktunya akan diambil kembali. Menyadari hal itu mereka mengucapkan, innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn. Kalimat istirjā’ ini tidak saja diungkapkan ketika seseorang menerima musibah kematian, musibah-musibah yang lain, seperti yang disebutkan dalam ayat juga dianjurkan untuk mengucapkannya. Tatkala hilang rasa aman, ditimpa kelaparan, kehilangan sebagian harta dan kekurangan buah-buahan.

Rangkaian ayat tentang sabar ini ditutup oleh Allah dengan janji (Ayat 157), ulāika ‘alaihim shalawātum mirrabbihim wa rahmah yang artinya “mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka”. Shalawāt adalah segala macam penghormatan dan kesuksesan dan tingginya kedudukan di sisi Allah dan manusia. Adapun rahmah adalah kerelaan menerima taqdir, tidak berkeluh kesah. Rahmah jenis ini tidak akan didapatkan oleh orang kafir, karena musibah menjadikan dunia yang begitu luas menjadi sempit bagi mereka. Mereka itu adalah orang-orang yang dapat petunjuk artinya mereka tahu apa yang harus dilakukan pada saat mendapat musibah sehingga dapat menerima kenyataan, dan musibah itu tidak membuat mereka putus asa. Mereka siap menerima kebahagiaan di akhirat dengan dengan jiwa yang tinggi dan suci serta akhlak mulia serta amal saleh, tidak seperti orang-orang yang lemah iman yang suka berkeluh kesah.

DOWNLOAD PPT

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama